- Previous story : Huru Hara Kehabisan Tiket Pesawat (Part 1)
ANTAR TERMINAL ITU JAUH LHO YA
Aku diturunkan oleh temanku yang berbaik hati mengantarkan di terminal 1C. Langsung ke salah satu counter penjualan tiket Citilink. Saat aku nanya harga tiket, harganya benar-benar melonjak berbeda saat sebelum keberangkatan. Diatas 1 juta rupiah untuk Jakarta-Surabaya kelas ekonomi.
Aku menelpon ibuku dan ibuku nyuruh cari yang lain yang lebih murah. Lalu mencari ke counter penjualan tiket maskapai lain. Ternyata counternya berlokasi di terminal 1B. Itu jalan kakinya jauh lho ya. Singkat cerita aku bolak-balik ke beberapa counter di beberapa terminal dengan sepatu fantofel. Kaki lumayan legrek. Banyak tiket yang habis.
Agak putus asa sambil nelfon ibuku, ada orang yang nawari tiket. Tapi harganya lebih mahal untuk keberangkatan siang hari. Semacam calo. What! hari gini ada calo tiket pesawat. Aku sangat meragukan keamanan tiket tersebut. Tapi si calo berdalih aman oleh oknum satpam salah satu maskapai tersebut. Gak habis pikir.
Ketimbang makan resiko, aku memilih untuk membeli tiket Garuda Indonesia. Akhirnya menjadi pengalaman pertama naik Garuda Indonesia. Karena keberangkatannya sekitar pukul 15.00 WIB. Dapet full service lagi. Memang sih lebih mahal ketimbang calo. Tapi daripada terjadi apa-apa takutnya. Malah rugi besar.
Aku menunggu pesawat cukup lama. Sekitar 4 jam di bandara. Karena kelaparan, aku makan nasi rames dan es jeruk di salah satu rumah makan di dalam bandara. Yang ngebuat shock adalah harganya itu lho. Aku harus membayar 80.000 rupiah hanya untuk sepiring nasi rames dan es jeruk. Lebih mahal dari yang di mall. Damn!
Untuk "membunuh" kebosanan, mondar-mandir mengelilingi terminal 2 (T2) bandara Soekarno-Hatta. Gak lupa window shopping. Ya sekaligus, mengamati kondisi bandara terbesar di Indonesia ini.
Sampai di Surabaya kepala terasa pening. Mungkin karena berangkat pagi, kehabisan tiket dan pulang malam. Kayak naik angkot aja. Gimana jadi pramugari ya harus terbang tiap hari. (dep/selesai)
Komentar
Posting Komentar