Drama Ketinggalan Pesawat (Part 2)



NOMOR PENERBANGAN SUDAH NGGAK MUNCUL DI BOARDING BOARD
Akhirnya temanku itu datang di hotel. "Sorry lama, soalnya hujan, mati lampu, keretanya juga mati. Handphoneku aku matiin takut kehabisan batrai." What? masalah HP lagi. Nggak pakai lama, aku langsung menuruni tangga dari lantai 3 hostel sambil membawa semua barang bawaan dengan agak susah payah. Kami menyusuri jalanan China Town, Kuala Lumpur (KL), Malaysia yang basah karena habis hujan ke stasiun Light Rapid Transit (LRT) Pasar Seni. Tujuan kami adalah ke KL Sentral untuk naik bus menuju LCCT Kuala Lumpur International Airport (KLIA).

Rush banget saat itu lari-lari hingga duduk di bus. Dalam perjalanan aku sudah nggak banyak ngomong karena cuma berharap, semoga masih ditungguin pesawat. Although that's no way. Sepanjang perjalanan aku diam dan ketiduran.

Boarding board di Juanda International Airport, Surabaya
Nyampai di LCCT KLIA, bus sudah hampir kosong, hampir semua orang sudah turun dan masuk ke bandara khusus penerbangan low cost ini. Waktu menunjukkan sekitar 21.30 waktu Malaysia. Padahal penerbangan sekitar pukul 22.00. Aturannya harus sudah check in 2 jam sebelum keberangkatan. Kami langsung lari ke dalam airport. Sambil ngelihat papan informasi penerbangan, temenku bilang "Lho kok nomor penerbangan kita nggak ada?"
Dalam hati langsung aku bilang "Menurut lo! Pesawatnya udah terbang." Rasanya seperti dipukul gong untuk yang kedua kalinya. Kali ini lebih keras. GOOOOONG!!!!!

Aku dan temenku langsung nanya ke counter. Temenku itu sampai memohon-mohon ke petugas counternya. "Please, please..." Aku cuma diam dan hopeless. Aku harus nelpon orang tuaku dan menceritakan tragedi ditinggal pesawat ini. Gara-gara temanku itu nggak balik-balik dari bukit bintang. Kegiatan terakhirnya disitu adalah ngecas handphone sambil makan chocolate cake di Coffee Bean & Tea Leaves. Kemudian hujan dan LRT mati. Perasaanku cukup mangkel dan nggondok. Gara-gara dia telat, aku ketinggalan pesawat. Ini biaya ekstra, pikiran ekstra, tenaga ekstra dan yang pastinya rugi. Tapi saat itu yang harus aku pikirkan adalah bagaimana caranya bisa balik ke Indonesia.

Aku buka dompet dan untung ada kartu kredit di dompet. Seperti nemuin suatu hal yang paling berharga banget. Untung aku bawa kartu kredit. Karena pembayaran tiket pesawat dapat mudah dengan credit card. Kemudian aku kembali ke counter ticket. Temenku itu telfon sambil nangis-nangis heboh bercucuran. Heh? Aku cuma bisa nyengir saat itu sambil duduk di salah satu kursi. Disaat seperti ini itu harus tenang mikirin jalan keluar, bukan malah nangis-nangis. Aku memanggil temenku itu dan menawarinya untuk membeli tiket lagi dengan kartu kreditku. Ehhh, dia bilang nanti aja, lalu nangis-nangis lagi sambil nelfon dan pergi menjauh dari aku. Errr, mungkin dia sudah malu gara-gara menjadi biang telat. Ya sudahlah aku duduk dan menyimpan tiket pesawat baruku untuk jam 5 pagi keesokan harinya.

Aku berusaha tidur dengan tas-tas yang aku simpan dibawah kakiku dan muka yang kututupi jaket. Sebelum tidur aku sempat sms temenku itu yang menghilang entah disudut mana airport tanpa mendatangiku.
Aku: Kamu dimana?
Dia: Di McD, ngecas HP. Batraiku habis.

Sumpaaah itu aneeeh banget. Dari jaman dulu ngomongnya masalah HP dan cas habis mulu. Daripada aku mikir hal yang nggak masuk akal, mending aku tidur aja. Untung disebelah kanan kiri juga banyak yang tidur, baik di lantai, maupun di kursi. Jadi nggak cangging. Nggak kerasa dapet tidur sampai hampir subuh dan langsung check in dan rasanya aku adalah penumpang pertama yang check in.

Aku sms temenku lagi karena teleponku nggak diangkat.
Aku: Kamu dimana? Aku udah mau boarding.
Dia: Oh ya hati-hati ya Dev. Nanti ketemu di Surabaya. Aku dapet penerbangan malam ini tapi nanti malam.

Krik speachless bin kehabisan kata-kata. Ya sudahlah aku menuju pesawat sendirian, terbang dan sampai di Surabaya, Indonesia. (dep/selesai)


Komentar